Seputar Info

Paradox of Thrift: Menabung Berlebihan di Kala Resesi

paradox-of-thrift

Rajin menabung dan berhemat akan membuat kita kaya. Itulah wejangan yang selalu kita terima sedari dulu. Langkah ini diperlukan agar nantinya kita bisa menggunakan uang dengan bijak bahkan jika ada keadaan darurat sekalipun. Contohnya, saat ini, adanya isu resesi dan pandemi Covid-19 mengharuskan kita berhemat, sebab PHK muncul di mana-mana.

Tak terelakkan, istilah the paradox of thrift, muncul di kalangan masyarakat. Lantas, apakah paradox of thrift itu? Apa dampaknya bagi ekonomi? Simak dalam ulasan berikut ini.

Pengertian Paradox of Thrift

Dipopulerkan oleh seorang Ekonom asal Inggris, John Maynard Keynes, paradox of thrift adalah teori ekonomi yang menyatakan bahwa tabungan pribadi atau penghematan (savings) adalah hambatan ekonomi selama resesi. Teori ini mengacu pada ketidakjelasan harga-harga di pasaran ataupun produsen tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi yang fluktuatif berubah-ubah.

Penganut paham ini atau yang dikenal dengan Keynesian, beranggapan bahwa hal yang tepat saat menghadapi resesi ekonomi adalah dengan banyak melakukan pengeluaran dan lebih sedikit menabung. Hal ini dikarenakan konsumsi atau pengeluaran mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi, meskipun masuk akal bagi individu dan rumah tangga untuk mengurangi konsumsi selama masa-masa sulit, namun untuk membantu perekonomian negara salah satunya adalah dengan memperbesar pengeluaran.

Dikutip dari The Great Depression, Banking Crises, and Keynes Paradox of Thrift oleh Victor Degorce dan Eric Monnet, tren ekonomi yang terjadi masyarakat di tengah isu krisis, baik pandemi ataupun resesi, adalah menabung. Sebagai contoh, krisis ekonomi di tengah pandemi Covid-19, di negara-negara Uni Eropa, tren menabung rumah tangga meningkat dari 12,5 persen menjadi 17 persen.

Paradox of Thrift Jebakan untuk Kelas Menengah ke Bawah?

Peningkatan konsumsi memang dibutuhkan agar bisa menghindari paradox of thrift. Namun, dalam konteks ini, negara juga harus menjamin tersedianya uang yang cukup di bank. Hal ini ternyata merujuk pada kalangan elemen masyarakat menengah ke bawah.

Mengapa begitu? Sebab, berbeda golongan masyarakat, berbeda pula cara menggunakan uangnya serta tugas yang berbeda pula.

Pertama, terkait cara penggunaan uang. Umumnya, kalangan menengah ke atas menggunakan uangnya untuk berinvestasi baik untuk jangka panjang ataupun pendek. Namun, lain halnya dengan kalangan menengah ke bawah. Mereka cenderung menggunakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Fakta tersebut memunculkan asumsi bahwa golongan penerima subsidi pemerintah seharusnya adalah golongan masyarakat menengah ke bawah karena cara mereka menggunakan uang secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. 

Berbeda jauh dari kelompok atas yang jumlahnya hanya 0,5 persen, kelompok menengah (20 persen) dan menuju menengah (44,5 persen) yang jumlahnya mencapai 64,5 persen dari total penduduk Indonesia. Hal ini tentu menjadikan golongan masyarakat menengah ke bawah sebagai penggerak ekonomi yang luar biasa.

Kedua, terkait tugas. Mengacu pada yang pertama, kita dapat memahami bahwa kelompok atas yang cenderung berinvestasi dan memiliki tabungan di bank adalah penjamin tersedianya aliran dana. Oleh karenanya, fokus pemerintah seharusnya untuk menjamin bagaimana kelompok menengah yang menjadi motor penggerak ekonomi tersebut memiliki disposable income atau pendapatan yang siap untuk dibelanjakan.

Indonesia yang belum mampu untuk menjadi negara dengan pendapatan menengah ke atas atau disebut upper middle income country (UMIC), menyebabkan Indonesia terjebak pada kondisi middle income trap. Kondisi yang belum mampu menjadi negara berpenghasilan tinggi terjebak sehingga muncul istilah middle income trap.

Tidak hanya itu, situasi pandemi saat ini tidak hanya membuat kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Hal ini diakibatkan kelompok masyarakat menengah bahkan turun level menjadi kelompok rentan miskin bahkan sudah menjadi miskin.

Dampak Paradox of Thrift bagi Perekonomian

Kondisi ekonomi Indonesia yang semakin payah dan kesusahan, memberikan tekanan-tekanan pada sektor ekonomi bahkan memperburuk keadaan ekonomi yang sudah ada. Sebab, ketika konsumsi menurun akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat. Inilah salah satu dampak paradox of thrift. Apa dampak lainnya?

1. Pemecatan Karyawan Massal

Saat, masyarakat memilih untuk menabung sebagian besar pendapatan mereka, otomatis pengeluaran akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan demand dan supply menjadi tergangggu serta berdampak pada produktivitas menurun.

Efek bola saljunya adalah ketika produktivitas menurun, kinerja perusahaan juga ikut menurun. Sehingga perusahaan harus beadaptasi untuk bertahan dengan melakukan pemotongan gaji karyawan ataupun perampingan jumlah guna melakukan efisiensi.

2. Kehilangan Aset

Setiap orang pasti memiliki aset apa pun bentuknya. Turunnya pemasukan karyawan akan berdampak pada kehilangan aset. Sebab, mereka harus mencari cara untuk hidup. Cara paling buruknya adalah berutang entah pada pinjol ataupun keluarga. Mulai dari gali lubang tutup lubang hingga menjual aset yang dimiliki.

3. Angka Kemiskinan Meningkat

Dirumahkannya karyawan apalagi pencari nafkah utama akan melemahkan daya beli masyarakat. Sebab, untuk hidup keseharian saja sulit bagaimana mau berinvestasi ataupun menambah aset.

Hal ini akan berdampak pada kualitas hidup yang menurun dan kondisi kemiskinan yang meroket. Kondisi ini menjadi bumerang terhadap ekonomi rumah tangga yang akan semakin memburuk.

4. Angka Kriminalitas Meningkat

Setiap manusia pasti akan berpikir bagaimana caranya bertahan hidup. Dengan meningkatnya angka kemiskinan, maka angka kriminalitas pun akan meningkat. Sebab, mereka cenderung dalam survival mode untuk bertahan.

Bila kondisi ekonomi tidak segera diperbaiki, maka untuk bertahan mereka akan melakukan sesuatu yang bisa menyokong kehidupannya meskipun harus melukai ataupun risiko-risiko lainnya.

Nah, itulah pembahasan mengenai paradox of thrift. Untuk menghadapi ini, jika kamu memiliki uang lebih tidak ada salahnya untuk menginvestasikan uang ke instrumen investasi mulai dari reksa dana, saham, emas, obligasi, kripto, dan sebagainya.

Mulai Investasi Aset Kripto di Ajaib Kripto!

Siap memulai perjalanan investasi crypto kamu? Yuk, langsung saja mulai bersama Ajaib Kripto! Cek harga crypto hari ini, dan Jual Beli Bitcoin, Ethereum, Binance Coin, serta koin lainnya akan jadi lebih mudah, aman, dan tepercaya bersama Ajaib Kripto, aplikasi crypto yang sudah terdaftar dan berizin dari Bappebti.

Yuk, download Ajaib Kripto sekarang!

Artikel Terkait