Seperti yang kita tahu, blockchain menjadi suatu teknologi yang paling berperan dalam pertumbuhan crypto hingga saat ini. Blockchain menawarkan beberapa manfaat penting seperti otonom, audit data, transparansi, desentralisasi hingga tokenisasi aset. Namun walau begitu, blockchain masih memiliki beberapa kekurangan dalam skalabilitasnya. Ini berkaitan dengan layer dalam blockchain itu sendiri.
Blockchain merupakan sebuah ledger terdesentralisasi yang fokus pada transaksi terdesentralisasi. Dengan sistem ini, setiap node bisa melakukan transaksi sesuai dengan smart contract dan tanpa adanya campur tangan perantara. Blockchain juga bisa kita definisikan sebagai daftar blok-blok yang akan bertambah seiring waktu. Blockchain digunakan sebagai tempat dimana seluruh transaksi aset kripto dicatat. Singkatnya, blockchain berlaku selayaknya bank.
Apa itu blockchain scalability
Biasanya, skalabilitas cenderung merujuk pada suatu kemampuan sistem komputer dalam mengatur database nya. Jaringan blockchain memiliki tingkat skalabilitas yang rendah, namun memiliki jumlah data yang besar. Sayangnya, blockchain tidak memiliki solusi dan upaya yang bisa mengubah permasalahan ini. Keterbatasan skalabilitas ini tentu menjadi pengaruh dalam beban kerja, data hingga sumber dayanya.
Pada dasarnya, istilah skalabilitas memiliki implikasi yang cukup besar dalam blockchain. Kata blockchain itu sendiri belum didefinisikan dengan betul. ADa di salah satu makalah yang membahas tentang skalabilitas blockchain mengemukakan setiap upgrade bitcoin tentang throughput, waktu bootstrap, latensi hingga biaya transaksi ini disebut sebagai penskalaan, dan pada sistem blockchain selanjutnya dinamai sebagai dapat diskalakan.
Throughput mereka memang cukup bervariasi, jadi beberapa sistem di blockchain bisa disebut sebagai dapat diskalakan. Istilah dapat diskalakan ini merupakan frasa yang cukup komparatif di dalam blockchain. Jika sistem blockchain disebut dapat diskalakan, ini artinya, sistem tersebut sudah mencapai TPS yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem lain.
Blockchain Trilemma
Blockchain trilemma merupakan tiga komponen utama permasalahan yang ada di dalam blockchain. Permasalahan ini meliputi skalabilitas, desentralisasi dan keamanannya. Lalu mengapa blockchain bisa memiliki tiga masalah ini? Faktanya, blockchain hanya bisa menyelesaikan maksimal dua dari tiga aspek tersebut. Jadi satu dari tiga harus dikorbankan.
Kita ambil Bitcoin sebagai contoh. Bitcoin memaksimalkan keamanan dan desentralisasi dari blockchain trilemma, namun disisi lain Bitcoin harus merelakan skalabilitasnya. Oleh karena itu, Bitcoin berhasil jadi aset kripto yang terdesentralisasi dan teratas dalam hal keamanannya, namun skalabilitasnya sangat endah. Kecepatan transaksi bitcoin memakan waktu yang bisa dibilang cukup lama.
Blockchain trimella pertama kali muncul di publik karena dipopulerkan oleh Vitalik Buterin, alias si pendiri Ethereum. Buterin membuat istilah ini saat ia dan timnya sedang mengembangkan Ethereum. Sampai saat ini, ada cukup banyak tim-tim pengembang yang berusaha membuat inovasi untuk menyelesaikan blockchain trimela, salah satunya dengan membuat lapisan.
Struktur Layer Blockchain
Layer yang dibuat para pengembang ini terbagi dalam beberapa jenis layer, yaitu:
Layer 1
Layer 1 ini bisa disebut sebagai sebuah lapisan implementasi yang cenderung merujuk pada arsitektur dari blockchain. Lapisan ini digunakan sebagai tempat aset-aset kripto berada. Beberapa aktivitas seperti fungsionalitas hingga mekanisme konsensus akan dijalankan di lapisan 1 ini. Beberapa contoh yang ada di layer 1 ini adalah Bitcoin, Ethereum hingga Solana.
Layer 1 adalah lapisan dasar. Oleh karena itu, lapisan ini dinilai tidak sempurna karena mengalami Scalability Trilema (blockchain trilemma). Sebagai contoh, suatu blockchain unggul dalam hal desentralisasi dan keamanannya namun lemah dalam persoalan skalabilitas.
Hal ini terjadi karena biasanya sebuah jaringan blockchain akan lebih fokus dalam membangun desentralisasi dan keamanannya daripada skalabilitas. Kedua aspek itu jadi aspek paling sulit dibuat ketika blockchain sudah resmi dipublikasikan.
Permasalahan skalabilitas di lapisan 1 ini bukan jadi hal yang asing lagi. ah untuk mengatasi permasalahan utama ini, mereka membangun blockchain dengan layer 2. Namun apa itu layer 2?
Layer 2
Jaringan blockchain layer 2 ini merupakan sebuah solusi layer 2 dan berlokasi di luar blockchain aslinya alias off-chain. Lapisan 2 berjalan sebagai sebuah protokol yang ada di atas lapisan 1 dan mengatasi permasalahan skalabilitas di lapisan 1. Singkatnya, lapisan 1 akan memberikan kendali penuh atas skalabilitas yang dikorbankannya ke lapisan 2. Jadi, permasalahan skalabilitas di lapisan blockchain utama pun bisa teratasi.
Layer 2 tidak semata fokus pada skalabilitas, namun juga bisa mengatasi interoperabilitas dan menambah beberapa fitur lain di blockchain utama.
Layer 3
Layer 3 ini berfungsi agar Dapps bisa berjalan di atas blockchain utama. Lapisan ini juga mencakup beberapa aplikasi dan platform lain diatas blockchain. Beberapa contoh layer 3 ini adalah Uniswap dan Axie Infinity.
Layer 0
Faktanya, layer 3 bukan layer terakhir yang dibangun untuk menyelesaikan permasalahan blockchain trilemma ini. Ada satu layer lagi yang memiliki fokus pada aspek interoperabilitas nya, yaitu layer 0. Lapisan ini fokus pada kemampuan blockchain dalam berbagai informasi dengan yang lainnya. Lapisan ini baru tersedia di blockchain Polkadot.
Dengan informasi yang sudah disampaikan di atas, kamu bisa mengenal lebih jauh nih apa saja yang ada didalam ekosistem blockchain, seperti apa masalahnya dan bagaimana solusinya.